Wednesday, June 5, 2013

Discovering The Beauty of Dreams even in a Hopeless Place - Les Choristes

My first France movie ❤
Starring Jean-Baptise Maunier. 



Berawal dari pengaruh seorang teman PSM yang begitu menggemari Soprano boy, Gue pun mencoba untuk menonton film ini: Les Choristes, atau Paduan Suara. Mungkin karena sudah beberapa waktu lama ini gue mendalami dunia Padus, gue juga tertarik untuk nonton. It turns out to be one of the simplest, bittersweet yet beautiful movies I've ever watched. Film ini diproduksi di tahun 2004 dan merupakan remake dari film Prancis berjudul sama. Versi awalnya dibuat sekitar beberapa belas atau puluh tahun yang lalu kalau nggak salah. Les Choristes 2004 juga menjadi salah satu film paling nge-hits di Prancis sana.

Pierre Morhange
Les Choristes berkisah tentang masa kecil seorang musisi sukses dan terkenal, Pierre Morhange yang pada suatu hari kedatangan tamu tak diundang. Tamu itu adalah Pepinot, yang merupakan teman masa kecilnya. Pepinot datang sambil membawa sebuah buku harian milik guru mereka waktu kecil yang ternyata berisi kisah masa kecil Pierre dan Pepinot. Setelah 50 tahun berlalu, Pierre diingatkan kembali oleh perjalanan masa kecilnya, saat ia mulai menemukan bakat terpendamnya dan bagaimana musik mulai masuk ke dalam kehidupannya.

"Lend them a hand to show them a better future..."


Clement Mathieu adalah musisi gagal yang sudah berkali-kali ganti pekerjaan sampai kemudian mendapat kesempatan menjadi guru sekaligus Kepala Asrama di sekolah rehabilitasi anak-anak bermasalah, Fond de L'tang. Sekolah ini berisi anak-anak yang memiliki masalah kejiwaan, petindak kriminal, atau yatim piatu. Awalnya, ia mengira bahwa sekolah ini mendidik anak-anak bermasalah tersebut dengan cara yang baik sesuai dengan iklan yang ia baca, namun ternyata tidak. Aksi-reaksi. Begitulah tagline yang sering diserukan oleh kepala sekolah dan guru-guru disini. Ketika murid-murid berbuat salah, hukum mereka dengan berat supaya mereka kapok. Bentuk hukumannya antara lain, kurungan selama beberapa minggu, dipukul, dicambuk, dan sebagainya. Secara diam-diam, sekolah ini telah menyimpang dari yang seharusnya.

Pada awal mengajar, Mathieu dibuat kewalahan oleh kenakalan anak-anak didiknya, tapi berbeda dengan guru-guru lain, Ia tidak menangani kelakuan mereka dengan menghukum atau mengurung. Ia mencari jalan yang lebih bijak, salah satunya ketika seorang murid ketahuan telah mencelakai salah satu guru, Mathieu tidak melaporkan anak itu ke kepala sekolah, melainkan mewajibkannya untuk merawat guru yang sakit itu hingga ia sembuh. Ia tahu, anak-anak ini tidak bisa diajak berdamai dengan cara yang keras seperti yang dilakukan kepala sekolah, meski kadang ia kikuk dan malah jadi bahan tertawaan.


Mathieu ingin memberikan mereka pandangan baru, bahwa hidup mereka di sekolah ini tidak sia-sia. Mathieu ingin memberikan sentuhan baru yang bisa memberi udara segar untuk anak-anak. Ia pun memutuskan untuk membuat Paduan Suara, tak peduli meski ia harus memulainya dari awal karena sepertinya tak satupun muridnya memiliki bakat seni atau musikalitas yang baik. Selain itu, Mathieu juga harus berjuang untuk meyakinkan Kepala Sekolah bahwa ia bisa membentuk paduan suara dari anak-anak ini. Diluar ekspektasinya, paduan suara ini ternyata cukup menarik perhatian murid-muridnya. Perlahan, ia mendapatkan perhatian dari mereka. Dan perlahan, kesenangannya untuk berkesenian kembali. 


Sentuhan baru ini membuat anak-anak mulai menghormatinya, kecuali satu orang: Pierre Morhange. Anak laki-laki berwajah malaikat tapi paling sering membuat masalah. Sejak awal, Mathieu sudah diingatkan bahwa Pierre harus diawasi karena sikapnya yang dingin tapi diam-diam pengacau. Pada saat audisi penentuan ambitus suara, Pierre tidak ikut karena sedang berada di kurungan akibat berulah beberapa hari sebelumnya dan ketika ia kembali, ia menolak bergabung dengan Paduan Suara dan menolak saat diminta bernyanyi. 

Belum selesai permusuhan dengan Pierre, muncul lagi anak lain yang harus ditanganinya: Mondain. Di antara semua kasus, dialah yang paling berbahaya. Anak ini diserahkan langsung oleh Psikiater yang telah menyerah menanganinya karena sudah melakukan terlalu banyak tindak kriminal di sekolah lamanya. Mondain pun sama membangkangnya, bahkan melebihi Pierre, ia menindas anak-anak lain dan memprovokasi mereka untuk melawan sekolah. Mondain merasa Pierre mirip dengannya dan mengajaknya untuk sama-sama mengacaukan sekolah, tetapi Pierre menolak. Ia lebih senang menikmati kenakalannya sendirian.


Suatu hari, ketika Mathieu sedang mengecek ruang-ruang kelas di malam hari, ia mendengar suara seseorang menyanyikan lagu miliknya yang diajarkan ke Paduan Suaranya. Suara tinggi soprano, lembut, yang menggetarkan hatinya, dengan pitch yang sangat baik. Ternyata suara itu milik Pierre yang diam-diam masuk ke kelas dan mempelajari lagu Paduan Suara Mathieu. Suara Pierre merupakan sebuah keajaiban yang langka bagi Mathieu, lebih dari itu, ia bahkan memiliki musikalitas yang sangat baik karena mampu mempelajari lagu miliknya dengan cepat. Namun, sepertinya Pierre tidak menyadari hal itu. Dengan alasan menghukum Pierre yang berjalan-jalan pada malam hari, Mathieu mewajibkan Pierre untuk mengikuti latihan Paduan Suara. 

Perlahan, Mathieu menarik penyanyi baru ini keluar dari cangkangnya. Dan tanpa diduga, Pierre menemukan passion-nya untuk pertama kalinya. Pada waktu senggang, Mathieu menyempatkan diri untuk melatih Pierre mengembangkan kemampuan vokalnya yang cemerlang, dan Pierre menurutinya. Mathieu memberi Pierre kesempatan untuk menyanyikan bagian-bagian solo dari lagunya. Seiring waktu, Mathieu terus dikejutkan oleh bakat alami dan suara malaikat yang dimiliki Pierre. Paduan suaranya yang dulu mentah semakin lama semakin terbentuk dengan baik. Mathieu seakan mendapatkan siraman optimisme terhadap cita-citanya yang pernah hilang. Anak-anak ini menginspirasinya.


Kasus istimewa lainnya adalah Pepinot, anak paling kecil di kelasnya, anak yatim piatu yang setiap hari Sabtu selalu berdiri di depan gerbang sekolah dengan harapan suatu hari ayahnya akan datang menjemputnya. Padahal, kedua orangtuanya sudah meninggal, dan meski sudah diberitahu akan hal itu, Pepinot terus saja menunggu di depan gerbang itu. Mathieu menaruh perhatian khusus pada anak kecil ini. 


Kisah ini tidak berhenti ketika Paduan Suara Mathieu terbentuk dengan baik. Mathieu masih harus berurusan dengan Mondain yang sampai akhir tidak bisa berubah dan menaruh dendam pada sekolah, Kepala Sekolah yang keras kepala dan menganggap anak-anak itu harus selalu dihukum, dan bahkan dengan Pierre yang tidak suka jika gurunya mendekati ibunya. Pierre sempat dilarang menyanyikan bagian solonya karena membuat ulah. Namun, pada hari dimana Paduan Suara mereka tampil di depan petinggi kota dan sekolah, tanpa diduga, Mathieu memberikan kesempatan pada Pierre untuk menyanyikan bagian solonya. Pierre kemudian menyanyikannya dengan sepenuh hati, dengan rasa syukur atas pengampunan dari Mathieu dan untuk pertama kalinya merasakan kebanggaan karena bernyanyi di depan banyak orang, dimana suaranya berhasil menggetarkan hati semua orang yang datang saat itu.

Bittersweet Ending
I think this movie has the best ending. It's not a happy ending, but realistic one which gives us hopes. I love the last statement from Pierre when he remembered Mathieu. Mathieu adalah orang yang mengenalkannya pada musik dan memberikannya mimpi yang tak pernah diduganya. Mathieu yang membawa perubahan pada sekolahnya dan teman-temannya dengan kesabaran dan kegigihannya.

"Mathieu melanjutkan memberi pelajaran musik sepanjang hidupnya tanpa keinginan untuk tenar. Semua yang dilakukannya dia simpan untuk dirinya sendiri..."

Di film ini, Paduan Suara seperti dasar untuk pengembangan kisah ini. Pengaruh dari keberadaan paduan suara terhadap anak-anak rehabilitasi. I rated it 100 out of 100. It was so beautiful :') And the soundtracks are so lovely. My favorite is this one:


Recommended. You'll fall in love with the soundtracks, the movie, and with Jean-Baptise Maunier 💗

0 komentar:

Post a Comment