Timpang sebelah. Seperti jungkat-jungkit yang dimainkan sendirian. Sama sekali tidak menyenangkan. Ingin berpindah ke mainan yang lain, entah yang bisa dimainkan beramai-ramai atau yang bisa dinikmati sendiri, tapi raga ini terpaku, tak mau bergerak, memaksa bertahan, memaksa percaya bahwa akan datang teman yang mau bermain jungkat-jungkit bersama.
Mencapai puncaknya. Hati menjadi terlalu lelah. Tak ada yang datang untuk menemani bermain. Menunggu, menunggu, menunggu. Berharap, berharap, berharap, hingga raga ini tak sanggup. Akhirnya tumbang. Karam. Hilang. Tak dipedulikan. Tak dipertanyakan. Tak diingat. Selamat tinggal.
0 komentar:
Post a Comment