Wednesday, April 25, 2012

Manusia Itu Makhluk yang Aneh

Manusia itu makhluk yang aneh
Perasaan mereka juga aneh
Dari riang berubah menjadi sedih
Hanya dalam hitungan detik
Terkadang tanpa alasan yang jelas pula

Manusia itu makhluk yang aneh
Perasaan mereka juga aneh
Padahal sudah ingin menangis
Tapi mereka paksakan tertawa
Hanya karena tak mau dibilang lemah

Manusia itu makhluk yang aneh
Perasaan mereka juga aneh
Begitu sulit berkata maaf
Karena kalah oleh gengsi semata
Namun dalam batin tersiksa

Manusia itu makhluk yang aneh
Perasaan mereka juga aneh

Aku adalah manusia
Aku tidak merasa diriku aneh
Tapi disitulah anehnya

Karena pada dasarnya 
Manusia itu makhluk yang aneh

Sunday, April 22, 2012

Mati Lampu yang Mengembalikan Masa Lalu...

Semua orang pasti membenci 'mati lampu'. Ketika kita sedang asyik bermain komputer, menonton TV, tiba-tiba tanpa berita, listrik mati. Pada saat itu, gue cuma bisa mendoakan agar petugas PLN bisa menyelesaikan kerusakan gardu secepat mungkin sebelum mereka menimbun dosa karena orang-orang pasti menghujat-hujat mereka. Pasalnya, tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu. Yah, gue nggak tahu sih siapa yang akan terkena dosa, petugas PLN-nya atau orang-orang yang menghujatnya...

Hal ini terjadi kemarin malam di daerah rumah gue pada jam 12 malam. Saat itu gue masih terbangun, asyik mengotak-atik komputer. Saat mati lampu itu, kedua orang tua gue terbangun. Mama memang nggak bisa tidur dalam gelap, sedangkan Papa dibangunkan Mama untuk memberikan rasa aman. Begitu beliau bangun, dia dengan sigap membantu gue menyalakan lilin di rumah, dan seketika itu juga gue merasa aman. Awalnya gue merasa agak seram karena rumah gue bernaung memang lumayan besar dan sudah tua, jadi wajarlah kalau agak merinding saat keadaan gelap gulita begitu. Tapi, keberadaan Papa menghapus semua rasa takut itu.

Papa pun segera menggelar kasur di ruang TV dan akhirnya gue, Mama, dan Papa tidur disana bertiga, sementara Adik gue, De Nanda, tidur di ruang tengah bersama teman-temannya yang sedang menginap. Btw, sudah beberapa hari ini gue selalu pulang malam dan hampir nggak memiliki kesempatan untuk mengobrol panjang dengan orangtua gue. Dan sepertinya, mati listrik itu adalah jalan untuk mendekatkan kita lagi. Bukan berarti selama ini kita menjauh, sih...

Malam itu, sambil tidur bertiga di ruang TV, gue mengobrol panjang lebar dengan Papa dan Mama tentang berbagai hal, dari arti-arti bacaan sholat, kisah-kisah Nabi, dan orang-orang miskin negara. Mama akhirnya ketiduran, sedangkan gue dan Papa terus mengobrol hingga jam 3 pagi. Gue selalu suka mengobrol dengan Papa. Gue merasa Beliau sudah cukup untuk menjawab semua pertanyaan gue. Papa selalu punya jawaban yang memuaskan rasa ingin tahu gue. Beliau sangat bijaksana dalam menanggapi hal apapun. Gue bisa menanyakan apa saja padanya, baik dari soal Agama, pelajaran, dan banyak lagi. Mungkin Papa bukanlah lulusan Perguruan Tinggi, bukan sosok yang sangat pintar dengan banyak penghargaan, tapi Beliau, bagi gue, adalah sosok yang sangat cerdas. 

Papa juga menceritakan kisah tentang awal mula Indonesia yang dulunya merupakan sebuah kerajaan bernama Majapahit. Beliau memang suka kisah-kisah Sejarah, dan dia menceritakan kisah-kisah kerajaan itu pada gue dengan antusias, tentang bagaimana kerajaan Majapahit pernah menjadi kerajaan terbesar, tentang bagaimana Islam masuk ke Indonesia, tentang kisah Jaka Tarub yang ternyata merupakan Putra dari Syaikh Maulana Malik Ibrahim, dan banyak lagi. Rasanya seperti kembali ke masa kecil. Dulu, Papa selalu menemani gue, kakak, dan adik gue dengan berbagai macam cerita sebelum tidur. Gue masih ingat kisah-kisah itu hingga sekarang. Dan gue merasakan perasaan nostalgia yang menyenangkan sambil mendengarkan Papa bercerita tentang sejarah-sejarah favoritnya...

Malam itu, ditemani cahaya remang-remang dari lilin di samping ruang TV, ditemani angin lembut yang menelusup masuk lewat jendela, ditemani nyamuk-nyamuk yang tidak terlalu ganas, gue kembali ke masa kecil bersama Papa. Memiliki Beliau di samping gue memberikan perasaan hangat yang nggak bisa dijelaskan. Saat itu juga gue sadar betapa sayangnya Gue sama Beliau. Dan betapa rasa sayang gue nggak ada apa-apanya dibanding rasa sayang Papa terhadap keluarganya. 

Friday, April 20, 2012

Art will Bring You Happiness

So many things happened. So many stories to tell. So little time to do so. Well, the most important thing is, I'm chosen to play in a Theater Musical with some of my PSM friends. Only 15 people get this special chance. I'm spending most of my time for Theater rehearsal which will be held on May 6th - 7th, at Taman Ismail Marzuki theater. Yeah, that place is quite something. The Laskar Pelangi Musical used to perform there too, so are the other big performances, so I feel honored to be a part of such great art. We also get a chance to know a lot of awesome people from the Theater and Acting world, which I can't mention one by one (because I couldn't remember their names yet). Anyway, although I don't play an important character in this Theatrical, I feel proud. I got to sing few important songs with my PSM friends and we got the chance to learn about acting. You know what, it doesn't really matter for me whether I get a small or a big role in this project, what actually matters is the lessons and the fun I get while I'm in it. Being a part of great art is really something for me. I'm working on something that I actually love: Art and music. What else can I ask? This is a true happiness for me.

Friday, April 13, 2012

That Recital...


Alhamdulillah... The recital has finally been held successfully. It was superb. We, Maximilian, have officially become members of PSM UIN Jakarta. Okay, this is probably not quite a big deal for you, but it is for me. I love PSM, and I love my college life after I joined that organization. I used to hate to be in college for too long, but now I always can't wait to come back to college every day because I know I have a fun place to go. Another place I called home. Another place where I can see my 'family'. A place where I can be myself and totally do something I really love which is all about music. There are so many things I learned since I joined the choir. Ya Allah, Thank You for giving me this chance. Meeting them is probably one of your greatest gifts. I love them, really!

Sunday, April 8, 2012

Things I'm really grateful for...

Friends are amazing. Meeting up with them can refresh your feeling and mind. They feel like family for you. You can talk with them for a long time and never get bored. Maybe there are times when we take a break for a while after a long chat, but it won't last for too long because we will always find new topics or back to the old topics. We won't get tired of doing the same things over and over again as long as we do that with friends. Having lunch in McD will be one of your precious moments just because your friends accompany you. Every little thing you do with your friends will be a precious moment that you want to cherish. Friends are gifts of our lives. They can make your not-so-colorful life filled with a rainbow. Thank God for surrounding me with many great friends. They change my life and my point of view about life and they make me become a better person than I used to be. Thank you, Friends 💗

Hafalan Shalat Delisa

Nah, gue mau mengisi waktu luang ini dengan mereview sebuah film dan buku yang berjudul Hafalan Shalat Delisa. 


Alasan pertama membaca dan menontonnya tentu saja karena nama tokoh utamanya hampir mirip dengan nama gue sendiri, hehehe. Cuma beda di huruf L dan N. Gue tidak punya ekspektasi besar saat membaca / menonton HSD (Hafalan Shalat Delisa), tapi ternyata, cerita dari Tere Liye ini membawa cukup pengaruh besar dalam hidup gue sekarang. Kisah ini membuat gue menyadari banyak hal tentang sifat-sifat diri sendiri, tentang agama, tentang cobaan yang sesungguhnya, dan banyak lagi. So, here's the review: 

Anak Perempuan yang Sangat Menyukai Hadiah... 
Hafalan Shalat Delisa mengisahkan seorang anak perempuan periang berumur 6 tahun bernama Delisa dengan menggunakan bencana Tsunami di Aceh tahun 2004 lalu sebagai latar ceritanya. Delisa terlahir dari keluarga Islami dari Lhok Nga, Aceh. Ia mempunyai tiga kakak perempuan, Fatimah (15), Zahra (12), dan Aisyah (12), dengan ibu yang luar biasa, Ummi Salamah. Ayah mereka, Abi Usman, bekerja di kapal pesiar dan hanya pulang ke rumah setiap 3 bulan sekali. Seperti kebanyakan anak pada umumnya di umur 6 tahun, Delisa juga sedang dalam proses belajar tentang agama Islam dan menghafal bacaan shalat. Delisa semakin bersemangat untuk menghafal bacaan shalatnya karena setiap kali anak dari keluarga lolos praktek shalat, Ummi-nya akan menghadiahi mereka dengan sebuah kalung. Khusus untuk Delisa, kalung-nya terdapat gantungan D yang berarti Delisa. Dan kalung itu akan menjadi pusat dari seluruh kisah gadis kecil ini... 

"Delisa cinta Ummi karena Allah..." 
Adegan dimana Delisa mengatakan kepada Ummi-nya, "Delisa cinta Ummi karena Allah..." adalah salah satu yang terbaik. Adegan ini, baik di dalam buku maupun filmnya, begitu sederhana tapi bermakna besar. Mengajarkan pada kita arti cinta yang sesungguhnya, bahwa rasa itu, getar-getar itu, datangnya dari Allah dan cinta yang sejati adalah cinta karena Allah. Merupakan Sunnah Rasul untuk memberitahu kepada semua orang yang kita cintai bahwa kita mencintai mereka karena Allah. Meskipun Delisa mengatakannya karena ia akan mendapat coklat dari Ustad Rahman, tapi ketika mengatakan hal itu kepada Ummi-nya, ia sungguh-sungguh. Perbedaan antara film dengan bukunya adalah, di dalam buku, Delisa mengucapkan kata-kata luar biasa itu sehabis shalat Subuh berjamaah, sehari sebelum bencana Tsunami terjadi. Sedangkan di filmnya, Delisa mengatakannya sehabis shalat Maghrib, dua hari sebelum bencana itu terjadi. 

"Kau akan memiliki lebih banyak teman dibandingkan seluruh dunia dan seisinya..." 

Bencana itu terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, hari dimana Delisa melakukan test hapalan shalat-nya. Hari yang Delisa tunggu-tunggu, selain karena ia yakin ia sudah hapal bacaan shalatnya, ia juga akan mendapat kalungnya. Tapi di atas itu semua, ia ingin melakukan shalat sempurna-nya kepada Allah untuk pertama kalinya. Namun, takdir berkata lain. Gempa itu datang saat Delisa baru memulai praktik shalatnya, namun Subhanallah, ia tak bergeming. Tetap khusyuk, tidak peduli meski Ummi-nya sudah berteriak-teriak memanggilnya, memintanya menyelamatkan diri, Delisa tetap melanjutkan shalatnya. Ia ingat kata-kata Ustad-nya, bahwa ia harus khusyuk ketika shalat. Tidak memikirkan apapun selain beribadah kepada Allah, tidak peduli apapun yang terjadi. Namun, Delisa tidak diizinkan menyelesaikan shalatnya karena Tsunami itu datang dan menghanyutkannya sebelum ia sempat sujud.

"Delisa sedih karena kak Fatimah, kak Zahra, dan kak Aisyah, semuanya pergi ninggalin Delisa. Delisa takut sendirian..." 

"Jangan takut, Sayang. Kamu akan memiliki jauh lebih banyak teman dibandingkan seluruh dunia dan isinya.." 

Delisa selamat. Ia bertahan hidup, bahkan ketika ia terdampar sendirian, menunggu pertolongan. Delisa kehilangan segalanya. Kakak-kakaknya meninggal oleh bencana itu. Rumahnya hancur. Semua teman-teman dan gurunya meninggal. Ummi-nya pun tidak ditemukan. Dan Delisa kehilangan kaki kanannya. Namun semua itu membuatnya belajar. Ia belajar untuk menerima apa yang telah terjadi. Ia memutuskan untuk tidak menangisi semua kehilangannya terlalu lama. Gadis kecil itu menjadi dewasa dibanding anak-anak seusianya karena ia belajar ikhlas atas semua cobaan yang menimpanya. 

"Delisa Cinta Abi karena Allah..." 
Adegan ini juga sama berkesannya dengan yang pertama. Delisa mengatakan kalimat itu lagi untuk Abi-nya,"Delisa cinta Abi karena Allah..." dan kali ini tanpa mengharap hadiah apapun. Kalimat itu diucapkannya ketika ia melihat Ayahnya menangis setelah shalat Tahajud. Menangis karena merindukan isterinya dan ketiga putrinya yang meninggal. Menangis karena merasa begitu lemah. Kata-kata itu menyadarkan Abi Usman betapa ia harus bersyukur atas apapun yang telah terjadi. Bahwa cintanya kepada keluarganya semata-mata karena Allah, dan segalanya pasti kembali kepada Allah. Saat itu ia sadar bahwa ia dilindungi oleh keberadaan bungsunya yang tetap menunjukkan keceriaan di atas segala bencana itu. 

Hafalan Shalat Delisa yang menghilang dari memori-nya... 
Di bukunya, Delisa kehilangan semua memori tentang bacaan shalatnya setelah bencana Tsunami itu, begitupun memori tentang kalungnya. Ia ingat segala hal kecuali kalung dan hafalan shalatnya. Meski begitu, Delisa tetap menjalankan shalat, meski ia tak bisa mengingat sama sekali bacaan shalatnya, ia tetap ingin shalat. Delisa adalah anak yang cerdas, ia tahu ada yang salah. Kenapa ia tidak bisa mengingat bacaan shalatnya sama sekali?

Melalui sebuah mimpi yang begitu indah, mimpi dari Allah yang tidak akan pernah Delisa lupakan sepanjang hayatnya, Delisa dipertemukan dengan Ummi-nya. Mimpi itu mengingatkan Delisa, dulu ia belajar shalat untuk mendapat hadiah kalung, bukan untuk Allah. Dan begitu mengingat segalanya kembali, gadis kecil itu menangis. Ya, anak berumur 6 tahun itu menangis karena menyadari kesalahannya. Bahkan kita saja yang sudah dewasa ini masih suka merasa biasa saja kalau melewatkan shalat atau melakukan dosa lainnya, tetapi anak kecil berumur 6 tahun itu menangis karena ia pernah berniat shalat bukan karena Allah. 

"Delisa tidak ingin kalung, Ummi. Delisa hanya ingin shalat dengan baik agar Delisa bisa mendoakan Ummi, mendoakan kak Fatimah, kak Aisyah, kak Zahra, Tiur, Ummi Tiur, kakak-kakaknya Umam, dan semua teman-teman di Lhok Nga yang sudah pergi... "

"Kalung itu akan tetap menjadi milikmu, Sayang." 

Setelah mimpi itu, bacaan shalat itu seperti berbicara pada Delisa... Ia bisa mengingatnya kembali dan untuk pertama kalinya, Delisa bisa melakukan shalatnya yang sempurna untuk pertama kalinya.

***

Semoga bermanfaat. Very recommended 💗

Monday, April 2, 2012

Sebuah Konser Penyematan

It's finally here...
My Recital. Our Recital. Maximilian Recital


About three months of preparation. So little time, so many things to be done. Ditambah lagi panitia konser ini adalah angkatan gue sendiri. Kita yang menyiapkan segala sesuatu kecuali artistik lagu. Kita harus membagi waktu antara latihan 10 lagu yang sangat sulit dan bekerja kesana kemari mencari dana dari mulai mengamen setiap hari Minggu di Gelora Bung Karno, Jualan nasi uduk, nasi goreng buatan Bang Otung, kesana kemari mencari Sponsor dan Media Partner (meski yang ini agak failed karena kita baru mulai mencari di H-30 hari, haha 😂

Meski begitu, semua pengalaman itu berharga. Sampai hari ini, kita masih terus mencari dana. Masih latihan semua lagu-lagu itu. Masih bersama-sama menertawakan kesedihan yang kadang terjadi dalam proses persiapan konser ini. Semuanya insya Allah akan terlaksana dengan baik. Bismillahirrohmanirrohim...

So, go grab your ticket. Make your reservation. You will totally enjoy this concert~