Saturday, October 21, 2017

Rantai dan Teman Lama

Kadang gue merasa… sepertinya masa lalu memasang sebuah rantai yang besar di kaki sehingga sangat sulit untuk melangkah dan pergi meninggalkannya. Kenangan masa lalu masih terus membuat gue terus dibayangi oleh kata-kata “Seandainya…”

Memasuki usia 25 tahun, seakan waktu ingin memburu gue agar menyegerakan segala hal. Menikah. Bekerja. Menikah. Bekerja. Menikah. Menikah. Menikah…. Sambil ia menjabarkan segala alasan logisnya tentang kenapa gue harus menyegerakan semua hal ini. Bagi seorang Introvert dengan social anxiety seperti gue, sebuah pondasi dalam hubungan menjadi sangat penting. Seberapa dalam gue mengenal pasangan adalah hal yang sangat gue butuhkan dalam melangkah lebih jauh. Kencan buta bukanlah suatu opsi. Apalagi dijodohkan. Tapi sekitar gue terus saja menyodorkan semua itu dengan harapan gue akan segera dipinang.

Gue berterima kasih atas kepedulian mereka ingin mencarikan gue pasangan hidup, namun tidak mereka ketahui bahwa tak banyak orang yang cukup bersedia untuk bersabar dalam mengenal seseorang dengan social anxiety seperti gue. Rasa panik, malu, takut memberikan kesan buruk, dan tidak percaya diri selalu memenuhi diri sehingga pada pertemuan pertama, kedua, ketiga... gue tidak mampu membuka diri pada orang-orang baru, sedangkan gue hidup dalam dunia dimana kalau kita tidak bisa bersikap ‘asik’ dan berbicara seperti MC pada lawan bicara, maka orang tidak akan tertarik. Yang mana hal tersebut bukanlah salah mereka. Siapa sih yang mau punya teman yang terlalu pendiam dan kurang asik diajak ngobrol, yang selalu sibuk dengan isi kepalanya sendiri. Apalagi pasangan…

Oleh karena itu, gue sangat berterima kasih pada sahabat-sahabat dan teman-teman yang bersedia memahami dan menerima gue hingga sekarang. Adalah sebuah perjalanan yang panjang bagi gue untuk akhirnya dapat memanggil mereka 'teman'. Bagi gue, teman sangatlah berharga karena ada sebuah pondasi yang kuat yang mengkokohkan hubungan itu. Dan gue sangat berharap, jika gue memang akan menikah, gue akan menikah dengan seseorang yang dapat menjadi teman, bukan sekedar pasangan. Teman yang dapat membuat kami dapat menjadi diri kami, dimana kami dapat dengan nyaman berbagi kekurangan dan kelebihan kami, dan mau bekerja sama untuk menjadi lebih baik.

Setiap kali gue ingin mencoba membuka hati, rantai masa lalu seakan menahan dan menarik gue kembali ke masa yang pernah menyenangkan dulu. Lalu, hati ini pun akan mengunci dirinya dan mengurung gue di dalamnya bersama seorang teman lama. Teman yang sekarang mungkin sudah bergerak maju dengan kehidupannya, tanpa tahu bahwa gue masih terjerat di belakang, kesulitan melupakan.