Monday, June 23, 2014

Embrace the Life that's Chosen for You

These thoughts have been bugging me for these past few weeks. The fact that I'm replaceable

Yes, as sad as that sounds, that's a fact. Even for some people whom I refer as "best friends", for them, I'm still replaceable.

I have a problem with my personality; I can't talk to new people easily. I can't joke around. I'm quiet most of the time while the others are busy living up the place. I realized that the more grown-up I am, the more introvert I become. I often sit all by myself and make a distance from the crowd that is my circle of friends, and no one noticed. I often left the place without properly saying goodbye, and no one realized. I will always be invisible. I get uncomfortable when people are staring at me. I become paranoid, the fear of getting to know people is higher, even to the ones I've already know.

I've been sick for a week. I can't really walk because something is wrong with my feet and I'm also suffering from another depression. And to cheer me up, my big brother gave me his Blackberry for me. At first, I thought it's gonna be fun with those social media apps on my phone. I can keep in touch with my friends again because since I lost my phone a few months ago, I totally lost contact with everyone unless I went to college to meet them or text/call them first. I thought by using a Smartphone again, I would be able to communicate with people. 

Hahaha............... who am I kidding?

Whether I exist or not, it doesn't matter. And it's not their fault. Most of the time I prefer to stay out of the crowd. So, it's totally fair if no one's really looking for me. And maybe that's the best. Maybe that's the path that's been chosen for me. I don't know if I'm going to lose my phone again, someday I might won't be able to buy any technologies, and if that means I will lose my social life and people won't talk to me, I'm okay with that. I get sick talking to people after all.

On a bright side, I get closer to my family more than ever. It is true that family is the one who will stick with you until the very end. If you can find a friend who can be your family, cherish them. But if you can't, that's fine. In the end, we will end up with ourselves after all. I just wish whatever fate and life that's chosen for you, you will embrace it and accept it. Sometimes, it's not what you imagined to be, but it doesn't mean you can't make it better. If I'm meant to be a loner, I would embrace my solitude. It's good to be alone in a restaurant with a book. It depends on how you enjoy it. 

I am soooo relieved that I finally put these thoughts into this blog. Good day! :)

Thursday, June 5, 2014

Entahlah

Entahlah, padahal sebenarnya di mata orang lain, ini bukan masalah yang berat, bukan pilihan yang rumit, I just have to open my heart and my mind. Tapi.... entah karena gue sedang sensitif, entah karena mereka belum mengerti, entah karena gue sedang ada di titik kejenuhan tertinggi, atau memang gue yang lemah, hal ini sampai bikin nangis saat memikirkannya. Nggak mau menyakiti atau mendzolimi orang lain dengan keputusan sepihak, tapi di satu sisi ada hal yang memang tertahan begitu besar di sini, yang sebagaimanapun orang meyakinkan, diri ini belum juga bisa sepenuhnya yakin.

Bukan atas dasar tidak lagi cinta, rasanya itu hal yang nggak mungkin untuk gue... I will always love that place. Namun, untuk kali ini, gue butuh waktu lebih lama untuk berpikir dan mempertimbangkan, terutama untuk menenangkan hati, meyakinkan diri, bukan atas dorongan orang lain, tapi dari gue sendiri. Perlu lebih banyak waktu untuk beristirahat, untuk kemudian kembali lagi. Tapi, nggak banyak waktu yang bisa mereka berikan. I know I should make a quick decision, but once again, right now I'm not as ready as I used to be. 

Hal ini di mata orang lain adalah hal yang kekanakan. "Get a grip of yourself!!" They said. Semakin bercerita, semakin membuka diri, semakin terasa bahwa hal ini memang nggak akan dimengerti siapapun. Akhirnya, gue menyerah dengan persepsi dan penilaian mereka karena gue sendiri nggak mampu membenarkan apa yang gue sebenarnya harus ungkapkan.

Membingungkan.

Tuesday, June 3, 2014

Obat yang Sesungguhnya


Sudah sebulan berjalan sejak kedua pergelangan kaki gue sakit. Awalnya karena salah urat, kemudian gue biarkan saja selama seminggu hingga akhirnya semakin parah. Karena nggak tahan dengan rasa sakit itu, gue memutuskan untuk ke tukang urut. Gue kira kaki akhirnya akan sembuh, tapi tidak berapa lama setelah itu, kedua kaki gue kembali sakit. Entah gue lagi-lagi ceroboh hingga salah uratnya kembali parah, atau memang pijit yang sebelumnya kurang berhasil.

Kemudian, gue mengadukan keluh kesah kepada Papa yang memang merupakan salah satu tempat terbaik untuk gue berbagi. Jawaban Papa sederhana,

"Mungkin Ade lupa untuk meminta pertolongan Allah terlebih dahulu dan sibuk memikirkan obat dan cara lain..."

Papa mulai bercerita kejadian saat dia terserang sakit perut yang sangat parah di tengah perjalanan. Saat itu, perutnya terasa ditusuk-tusuk seolah ada angin yang mencoba keluar, namun tertahan. Yang dipikirkan Papa pertama kali adalah obat apa yang harus segera dibeli atau jamu apa yang ampuh untuk menghilangkan sakit perut itu. Sambil terus menahan sakit, pikiran Papa sibuk memikirkan berbagai macam obat dan jamu hingga akhirnya Beliau tersentak sendiri, seharusnya Allah menjadi pertolongan pertama yang ia pikirkan.

Tersadar akan kelalaiannya, Papa segera beristighfar sebanyak 20x dengan penuh kesungguhan, kemudian membaca bismillah dan La haula wala Quwwata illa billah sambil mengusap perutnya yang sakit. Tidak sampai lima menit, rasa sakit di perutnya hilang seolah tak pernah terjadi. Masha Allah.

Setelah bercerita itu, Papa meraih pergelangan kaki kiri gue dan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukannya pada perutnya yang sakit, dan tak berapa lama, sakit di kaki kiri gue perlahan berkurang, meski masih ada sisa-sisanya, tapi dibanding kaki kanan yang memang dibiarkan saja (karena gue tidak bilang kalau kaki itu juga sakit), kaki kiri gue terasa jauh lebih nyaman untuk bergerak. 

Gue memilih percaya bahwa kuasa Allah itu melampaui batas pikir manusia. Apalagi ketika Hamba-Nya telah meminta dengan sungguh-sungguh dan memberikan usaha yang sungguh-sungguh. Ia Maha Pengasih dan Penyayang, bukan tidak mungkin baginya memutar balikan segala sesuatu.

Dari sini gue belajar bahwa bukan hal-hal duniawi lah yang dapat berperan terhadap kebahagiaan dan kehidupan kitaKetika kita melakukan segala sesuatu di dunia atas dasar mendapat ridho dari-Nya, tentu saja Allah SWT akan memberikan balasan berkali-kali lipat. Tapi sayangnya, dengan segala kenikmatan yang telah kita dapatkan sejak lahir hingga sekarang, kita masih sering menduakan-Nya dengan hal-hal duniawi, lalu merasa hal itu biasa dan wajar saja. Sejujurnya, gue jadi takut gue juga akan menjadi orang yang seperti itu. Semoga Allah senantiasa mengampuni kelalaian kita dan melindungi kita dari berbagai keburukan dunia dan akhirat.

“Di antara manusia ada orang-orang yang menjadikan sesuatu selain Allah sebagai tandingan-tandingan yang mana mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya kepada Allah.” [QS Al Baqarah: 165]