Tadi siang di sekolah, seperti biasa, gue, Putri, Dewi, dan Litha ngerumpi sebelum pelajaran mulai (atau bahkan saat pelajaran sedang berlangsung 😈). Tiba-tiba Putri dengan semangat bilang,
"Eh gue mau cerita dong... gue mau cerita. Dengerin guee..." dia matiin iPod Dewi dan memaksa kita fokus pada ceritanya. Yep, Putri memang sering bersikap seperti anak kecil dan agak polos. Tapi, menurut gue, itulah yang menjadi daya tarik dirinya. Kepolosan yang natural dan jujur.
Putri cerita kalau kemarin saat pulang sekolah, dia melihat kejadian seru yang melibatkan beberapa orang berseragam ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan seorang Bapak yang kasihan. Yep, Bapak ini kasihan bgt. You want to know why...? Keep reading.
"Eh gue mau cerita dong... gue mau cerita. Dengerin guee..." dia matiin iPod Dewi dan memaksa kita fokus pada ceritanya. Yep, Putri memang sering bersikap seperti anak kecil dan agak polos. Tapi, menurut gue, itulah yang menjadi daya tarik dirinya. Kepolosan yang natural dan jujur.
Putri cerita kalau kemarin saat pulang sekolah, dia melihat kejadian seru yang melibatkan beberapa orang berseragam ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) dan seorang Bapak yang kasihan. Yep, Bapak ini kasihan bgt. You want to know why...? Keep reading.
Jadi, waktu Putri pulang naik angkot, di suatu daerah (Putri menyebutkan nama daerahnya... tapi sekali lagi gue melupakannya) angkotnya terjebak macet. Nah, ternyata macet itu bukan karena lampu merah, melainkan ada kecelakaan kecil yang tak disengaja. Biasalah... Khilaf. Seorang Bapak berbadan besar (menurut Putri) secara tak sengaja nyerempet motor. Nah, yang diserempet itu ternyata motor milik seorang ABRI. Keadaan si motor beserta ABRI-nya sendiri nggak luka atau lecet sedikitpun, mungkin mereka memang sedikit shock. Tapi, si ABRI itu langsung marah-marah ke si Bapak. Si Bapak yang nabrak itu udah minta maaf, tapi si ABRI itu tetap marah-marah hingga memukul Bapak yang nggak sengaja nabrak. Yang membuat tambah panas adalah, kata Putri, teman-teman si pengendara ABRI itu yang juga adalah anggota ABRI ikutan menghampiri lokasi dan bukannya memisahkan mereka, malah ikut mukulin dan nendangin Bapak itu.
WHAT THE HELL?!
Si bapak itu diam aja dipukulin meski tampangnya udah mau nangis (ya iyalah... dia ditendang, dipukul, dan parahnya kepalanya sempet dipukul pakai helm. ITU KAN SAKIT!) Dan parahnya lagi, nggak ada yang berani menolong si Bapak. Orang-orang disitu, meski banyak, nggak ada satupun yang cukup berani untuk melawan pria-pria berbaju tentara dengan pin jabatan di seragam mereka itu.
Mereka ABRI darimana sih? Kok tega banget sampe mukulin si Bapak yang nggak sengaja nyerempet dan sudah minta maaf? Memang kenapa kalau mereka berpangkat tinggi? Mereka berhak mukulin orang yang melakukan kesalahan yang nggakl disengaja? Bukankah tugas mereka harusnya melindungi masyarakat? Di mata Tuhan, kita semua itu sama. Mungkin mereka pikir keren kali dilihatin banyak orang.
Seandainya gue ada di posisi Putri saat itu, pasti gue sudah turun dan coba melindungi Bapak itu. Bukannya sok berani. Tapi, gue kan perempuan, siswi SMA pula, yang kalau pulang sekolah masih memakai jilbab panjang berseragam, jadi pastinya ABRI itu nggak bakal berani dong mukulin gue. Unless they really are that low to hit a girl. Sesungguhnya memaafkan itu lebih baik, bukan?
Mereka ABRI darimana sih? Kok tega banget sampe mukulin si Bapak yang nggak sengaja nyerempet dan sudah minta maaf? Memang kenapa kalau mereka berpangkat tinggi? Mereka berhak mukulin orang yang melakukan kesalahan yang nggakl disengaja? Bukankah tugas mereka harusnya melindungi masyarakat? Di mata Tuhan, kita semua itu sama. Mungkin mereka pikir keren kali dilihatin banyak orang.
Seandainya gue ada di posisi Putri saat itu, pasti gue sudah turun dan coba melindungi Bapak itu. Bukannya sok berani. Tapi, gue kan perempuan, siswi SMA pula, yang kalau pulang sekolah masih memakai jilbab panjang berseragam, jadi pastinya ABRI itu nggak bakal berani dong mukulin gue. Unless they really are that low to hit a girl. Sesungguhnya memaafkan itu lebih baik, bukan?
0 komentar:
Post a Comment