Actually, I've been busy these days. And most of my time have been spent in Mabit Nurul Fikri. Ahh ada banyak cerita seru sebenarnya, tapi nggak akan cukup satu judul doang *lebih tepatnya.. gue males 😝
Nah, beberapa hari yang lalu diadakan Dauroh Pengajar Mabit Nurul Fikri. Singkatnya, ini pelatihan buat calon pengajar baru untuk generasi Mabit 2011. Otomatis gue yang udah mendaftar harus ikut dan di Dauroh itu jugalah ditentukan struktur pengajar dan jabatan-jabatan baru untuk kepengurusan Mabit 2011. Dan dari situ juga dipilihlah Kepala Departemen (Kadep) untuk masing-masing Departemen di Mabit 2011.
Dan... entah bagaimana... gue dipilih jadi salah satu Kadep itu, yakni Kepala Departemen Linguistik 2011. Yak... Kepala Departemen... Ketua Departemen... Pemimpin Departemen...
WHAT ON EART WAS HAPPENING??? I'M NOT EVEN A GOOD SPEAKER!! AND THEY CHOSE ME AS A LEADER? LEADER? LEADER...???!!!!!!
Okay, that was too much maybe... but seriously, I'm scared. Really really scared.
Gue udah tau dari lama desas-desus gue akan dipilih jadi Kadep, tapi gue pikir that was a joke atau akan ada orang lain yang jauh lebih baik yang bisa dipilih sebagai Kadep. Bukan bermaksud merendahkan diri, tapi gue emang merasa belum cukup baik dari segi sifat, ilmu, sikap, dan akhlak untuk menjadi seorang Kepala Departemen. Apalagi Mabit. Suatu organisasi yang menurut gue termasuk hebat dan penuh orang-orang luar biasa.
Awalnya gue mau menolak terus menerus tawaran itu karena gue merasa takut dengan tanggung jawab yang terlalu besar. Tapi, lalu... Kak Dion, Bang Jaka, Kak Ardi, mereka mengatakan hal-hal yang meruntuhkan iman untuk mundur...
"Kalau kita nggak berani mengambil resiko, kita nggak akan pernah belajar. Kalau kita terus takut, kita nggak akan maju kemana-mana. Percaya deh, banyak yang akan membantu kamu. Kamu hanya harus percaya sama diri kamu sendiri. Jangan egois karena ketakutan kamu. Kamu pasti bisa. Bahkan mungkin tugas Kepemimpinan ini akan membuat kamu belajar dan justru membuat kamu menjadi orang yang lebih baik. Kamu cuma harus percaya sama diri kamu sendiri dan yakin."
Yah, lalu gue berpikir. Iya ya, apa gue ambil aja tanggung jawab ini. Mungkin gue akan bisa belajar. Gue juga nggak mau egois dan jadi cemen. Yep, that was what I thought.
Tapi lalu ada hal lain juga yang mengganggu gue.
"An, this is not a movie where you can take a chance bravely and make everything goes well. Lo kira segampang itu? And btw, don't forget... you're such a childish person. Pikiran lo masih dangkal. There is no way to be a leader. At least not now. Lo belum pernah jadi pemimpin dan tiba-tiba dikasih tanggung jawab besar menjadi Kepala Departemen. Itu bukan tugas main-main. Lebih efektif kalau lo belajar dari hal-hal kecil dulu, dan bukannya langsung jadi Kadep."
Yep, gue sangat setuju dgn pikiran itu. Tapi... justru kedua pendapat itu membuat gue bimbang dan berpikir : "Sebenernya apa sih pemimpin itu? Sebenernya apa sih yang harus gue lakukan untuk bisa belajar? Apakah salah kalau gue langsung mengambil langkah dengan menerima jabatan sebagai Kadep, padahal jadi Kakak Asuh aja masih merasa kurang."
Tapi karena gue udah mengambil keputusan, gue nggak bisa menyesalinya.
TAKUT!
Gue akui itu. Gue merasakan kekhawatiran bahwa diri ini belum cukup punya modal untuk menjadi pemimpin. Tapi, salahkah orang yang nggak punya modal seperti gue berusaha untuk PD dan berani mengambil langkah itu? Ataukah memang benar bahwa gue harusnya menunggu dan belajar pelan-pelan untuk melalui tahap demi tahap suatu perkembangan? Apakah salah kalau gue langsung melompati beberapa tahap perkembangan itu? Tapi, bukankah mungkin dalam proses gue berusaha menjadi Kadep itu nanti, gue akan belajar? Tapi apakah itu yang dibutuhkan sebagai seorang pemimpin? Bukankah pemimpin harusnya adalah orang yang udah siap dari awal dengan segala modal dan kesanggupan?
Gue akui itu. Gue merasakan kekhawatiran bahwa diri ini belum cukup punya modal untuk menjadi pemimpin. Tapi, salahkah orang yang nggak punya modal seperti gue berusaha untuk PD dan berani mengambil langkah itu? Ataukah memang benar bahwa gue harusnya menunggu dan belajar pelan-pelan untuk melalui tahap demi tahap suatu perkembangan? Apakah salah kalau gue langsung melompati beberapa tahap perkembangan itu? Tapi, bukankah mungkin dalam proses gue berusaha menjadi Kadep itu nanti, gue akan belajar? Tapi apakah itu yang dibutuhkan sebagai seorang pemimpin? Bukankah pemimpin harusnya adalah orang yang udah siap dari awal dengan segala modal dan kesanggupan?
Lalu... salahkan kalau orang yang belum cukup mampu seperti gue menjadi pemimpin dan belajar pelan-pelan selagi menjalankan tugas itu? Ataukah sebenarnya pemimpin yang dibutuhkan bukanlah pemimpin yang masih dalam tahap belajar? Ah muter-muter aja terus disitu, An! 😡
3 komentar:
Chachaaaaaaa selamat ya bu kadep!
tantangan di depan kita insya Allah akan lebih besar dari pegunungan. Berat, melelahkan, mungkin aja terjadi. Tapii..... yakinlah bahwa Allah akan membantu kita di saat tersulit sekalipun. So, yakinlah bahwa kita akan bisa menjalani amanah ini dengan baik
*sok tau banget dah, padahal gw sendiri ketakutan hahahaha T.T
jangan takut ada gw kok. hahaha *nyampah
@Gadis : Hahaha amin-amin *tapi elo gak meyakinkan deh Dis, bawahnya juga ikutan takut =.=* Yah kita berusaha bersama-sama ya ><
@Robie : Haha apeee dah lo?? Zonkk =,= BUT THANK YOU :D
Post a Comment