Nah, gue mau mengisi waktu luang ini dengan mereview sebuah film dan buku yang berjudul Hafalan Shalat Delisa.
Alasan pertama membaca dan menontonnya tentu saja karena nama tokoh utamanya hampir mirip dengan nama gue sendiri, hehehe. Cuma beda di huruf L dan N. Gue tidak punya ekspektasi besar saat membaca / menonton HSD (Hafalan Shalat Delisa), tapi ternyata, cerita dari Tere Liye ini membawa cukup pengaruh besar dalam hidup gue sekarang. Kisah ini membuat gue menyadari banyak hal tentang sifat-sifat diri sendiri, tentang agama, tentang cobaan yang sesungguhnya, dan banyak lagi. So, here's the review:
Anak Perempuan yang Sangat Menyukai Hadiah...
Hafalan Shalat Delisa mengisahkan seorang anak perempuan periang berumur 6 tahun bernama Delisa dengan menggunakan bencana Tsunami di Aceh tahun 2004 lalu sebagai latar ceritanya. Delisa terlahir dari keluarga Islami dari Lhok Nga, Aceh. Ia mempunyai tiga kakak perempuan, Fatimah (15), Zahra (12), dan Aisyah (12), dengan ibu yang luar biasa, Ummi Salamah. Ayah mereka, Abi Usman, bekerja di kapal pesiar dan hanya pulang ke rumah setiap 3 bulan sekali. Seperti kebanyakan anak pada umumnya di umur 6 tahun, Delisa juga sedang dalam proses belajar tentang agama Islam dan menghafal bacaan shalat. Delisa semakin bersemangat untuk menghafal bacaan shalatnya karena setiap kali anak dari keluarga lolos praktek shalat, Ummi-nya akan menghadiahi mereka dengan sebuah kalung. Khusus untuk Delisa, kalung-nya terdapat gantungan D yang berarti Delisa. Dan kalung itu akan menjadi pusat dari seluruh kisah gadis kecil ini...
"Delisa cinta Ummi karena Allah..."
Adegan dimana Delisa mengatakan kepada Ummi-nya, "Delisa cinta Ummi karena Allah..." adalah salah satu yang terbaik. Adegan ini, baik di dalam buku maupun filmnya, begitu sederhana tapi bermakna besar. Mengajarkan pada kita arti cinta yang sesungguhnya, bahwa rasa itu, getar-getar itu, datangnya dari Allah dan cinta yang sejati adalah cinta karena Allah. Merupakan Sunnah Rasul untuk memberitahu kepada semua orang yang kita cintai bahwa kita mencintai mereka karena Allah. Meskipun Delisa mengatakannya karena ia akan mendapat coklat dari Ustad Rahman, tapi ketika mengatakan hal itu kepada Ummi-nya, ia sungguh-sungguh. Perbedaan antara film dengan bukunya adalah, di dalam buku, Delisa mengucapkan kata-kata luar biasa itu sehabis shalat Subuh berjamaah, sehari sebelum bencana Tsunami terjadi. Sedangkan di filmnya, Delisa mengatakannya sehabis shalat Maghrib, dua hari sebelum bencana itu terjadi.
"Kau akan memiliki lebih banyak teman dibandingkan seluruh dunia dan seisinya..."
Bencana itu terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, hari dimana Delisa melakukan test hapalan shalat-nya. Hari yang Delisa tunggu-tunggu, selain karena ia yakin ia sudah hapal bacaan shalatnya, ia juga akan mendapat kalungnya. Tapi di atas itu semua, ia ingin melakukan shalat sempurna-nya kepada Allah untuk pertama kalinya. Namun, takdir berkata lain. Gempa itu datang saat Delisa baru memulai praktik shalatnya, namun Subhanallah, ia tak bergeming. Tetap khusyuk, tidak peduli meski Ummi-nya sudah berteriak-teriak memanggilnya, memintanya menyelamatkan diri, Delisa tetap melanjutkan shalatnya. Ia ingat kata-kata Ustad-nya, bahwa ia harus khusyuk ketika shalat. Tidak memikirkan apapun selain beribadah kepada Allah, tidak peduli apapun yang terjadi. Namun, Delisa tidak diizinkan menyelesaikan shalatnya karena Tsunami itu datang dan menghanyutkannya sebelum ia sempat sujud.
"Delisa sedih karena kak Fatimah, kak Zahra, dan kak Aisyah, semuanya pergi ninggalin Delisa. Delisa takut sendirian..."
"Jangan takut, Sayang. Kamu akan memiliki jauh lebih banyak teman dibandingkan seluruh dunia dan isinya.."
Delisa selamat. Ia bertahan hidup, bahkan ketika ia terdampar sendirian, menunggu pertolongan. Delisa kehilangan segalanya. Kakak-kakaknya meninggal oleh bencana itu. Rumahnya hancur. Semua teman-teman dan gurunya meninggal. Ummi-nya pun tidak ditemukan. Dan Delisa kehilangan kaki kanannya. Namun semua itu membuatnya belajar. Ia belajar untuk menerima apa yang telah terjadi. Ia memutuskan untuk tidak menangisi semua kehilangannya terlalu lama. Gadis kecil itu menjadi dewasa dibanding anak-anak seusianya karena ia belajar ikhlas atas semua cobaan yang menimpanya.
"Delisa Cinta Abi karena Allah..."
Adegan ini juga sama berkesannya dengan yang pertama. Delisa mengatakan kalimat itu lagi untuk Abi-nya,"Delisa cinta Abi karena Allah..." dan kali ini tanpa mengharap hadiah apapun. Kalimat itu diucapkannya ketika ia melihat Ayahnya menangis setelah shalat Tahajud. Menangis karena merindukan isterinya dan ketiga putrinya yang meninggal. Menangis karena merasa begitu lemah. Kata-kata itu menyadarkan Abi Usman betapa ia harus bersyukur atas apapun yang telah terjadi. Bahwa cintanya kepada keluarganya semata-mata karena Allah, dan segalanya pasti kembali kepada Allah. Saat itu ia sadar bahwa ia dilindungi oleh keberadaan bungsunya yang tetap menunjukkan keceriaan di atas segala bencana itu.
Hafalan Shalat Delisa yang menghilang dari memori-nya...
Di bukunya, Delisa kehilangan semua memori tentang bacaan shalatnya setelah bencana Tsunami itu, begitupun memori tentang kalungnya. Ia ingat segala hal kecuali kalung dan hafalan shalatnya. Meski begitu, Delisa tetap menjalankan shalat, meski ia tak bisa mengingat sama sekali bacaan shalatnya, ia tetap ingin shalat. Delisa adalah anak yang cerdas, ia tahu ada yang salah. Kenapa ia tidak bisa mengingat bacaan shalatnya sama sekali?
Melalui sebuah mimpi yang begitu indah, mimpi dari Allah yang tidak akan pernah Delisa lupakan sepanjang hayatnya, Delisa dipertemukan dengan Ummi-nya. Mimpi itu mengingatkan Delisa, dulu ia belajar shalat untuk mendapat hadiah kalung, bukan untuk Allah. Dan begitu mengingat segalanya kembali, gadis kecil itu menangis. Ya, anak berumur 6 tahun itu menangis karena menyadari kesalahannya. Bahkan kita saja yang sudah dewasa ini masih suka merasa biasa saja kalau melewatkan shalat atau melakukan dosa lainnya, tetapi anak kecil berumur 6 tahun itu menangis karena ia pernah berniat shalat bukan karena Allah.
"Delisa tidak ingin kalung, Ummi. Delisa hanya ingin shalat dengan baik agar Delisa bisa mendoakan Ummi, mendoakan kak Fatimah, kak Aisyah, kak Zahra, Tiur, Ummi Tiur, kakak-kakaknya Umam, dan semua teman-teman di Lhok Nga yang sudah pergi... "
"Kalung itu akan tetap menjadi milikmu, Sayang."
Setelah mimpi itu, bacaan shalat itu seperti berbicara pada Delisa... Ia bisa mengingatnya kembali dan untuk pertama kalinya, Delisa bisa melakukan shalatnya yang sempurna untuk pertama kalinya.
***
Semoga bermanfaat. Very recommended 💗
Alasan pertama membaca dan menontonnya tentu saja karena nama tokoh utamanya hampir mirip dengan nama gue sendiri, hehehe. Cuma beda di huruf L dan N. Gue tidak punya ekspektasi besar saat membaca / menonton HSD (Hafalan Shalat Delisa), tapi ternyata, cerita dari Tere Liye ini membawa cukup pengaruh besar dalam hidup gue sekarang. Kisah ini membuat gue menyadari banyak hal tentang sifat-sifat diri sendiri, tentang agama, tentang cobaan yang sesungguhnya, dan banyak lagi. So, here's the review:
Anak Perempuan yang Sangat Menyukai Hadiah...
Hafalan Shalat Delisa mengisahkan seorang anak perempuan periang berumur 6 tahun bernama Delisa dengan menggunakan bencana Tsunami di Aceh tahun 2004 lalu sebagai latar ceritanya. Delisa terlahir dari keluarga Islami dari Lhok Nga, Aceh. Ia mempunyai tiga kakak perempuan, Fatimah (15), Zahra (12), dan Aisyah (12), dengan ibu yang luar biasa, Ummi Salamah. Ayah mereka, Abi Usman, bekerja di kapal pesiar dan hanya pulang ke rumah setiap 3 bulan sekali. Seperti kebanyakan anak pada umumnya di umur 6 tahun, Delisa juga sedang dalam proses belajar tentang agama Islam dan menghafal bacaan shalat. Delisa semakin bersemangat untuk menghafal bacaan shalatnya karena setiap kali anak dari keluarga lolos praktek shalat, Ummi-nya akan menghadiahi mereka dengan sebuah kalung. Khusus untuk Delisa, kalung-nya terdapat gantungan D yang berarti Delisa. Dan kalung itu akan menjadi pusat dari seluruh kisah gadis kecil ini...
"Delisa cinta Ummi karena Allah..."
Adegan dimana Delisa mengatakan kepada Ummi-nya, "Delisa cinta Ummi karena Allah..." adalah salah satu yang terbaik. Adegan ini, baik di dalam buku maupun filmnya, begitu sederhana tapi bermakna besar. Mengajarkan pada kita arti cinta yang sesungguhnya, bahwa rasa itu, getar-getar itu, datangnya dari Allah dan cinta yang sejati adalah cinta karena Allah. Merupakan Sunnah Rasul untuk memberitahu kepada semua orang yang kita cintai bahwa kita mencintai mereka karena Allah. Meskipun Delisa mengatakannya karena ia akan mendapat coklat dari Ustad Rahman, tapi ketika mengatakan hal itu kepada Ummi-nya, ia sungguh-sungguh. Perbedaan antara film dengan bukunya adalah, di dalam buku, Delisa mengucapkan kata-kata luar biasa itu sehabis shalat Subuh berjamaah, sehari sebelum bencana Tsunami terjadi. Sedangkan di filmnya, Delisa mengatakannya sehabis shalat Maghrib, dua hari sebelum bencana itu terjadi.
"Kau akan memiliki lebih banyak teman dibandingkan seluruh dunia dan seisinya..."
Bencana itu terjadi pada tanggal 26 Desember 2004, hari dimana Delisa melakukan test hapalan shalat-nya. Hari yang Delisa tunggu-tunggu, selain karena ia yakin ia sudah hapal bacaan shalatnya, ia juga akan mendapat kalungnya. Tapi di atas itu semua, ia ingin melakukan shalat sempurna-nya kepada Allah untuk pertama kalinya. Namun, takdir berkata lain. Gempa itu datang saat Delisa baru memulai praktik shalatnya, namun Subhanallah, ia tak bergeming. Tetap khusyuk, tidak peduli meski Ummi-nya sudah berteriak-teriak memanggilnya, memintanya menyelamatkan diri, Delisa tetap melanjutkan shalatnya. Ia ingat kata-kata Ustad-nya, bahwa ia harus khusyuk ketika shalat. Tidak memikirkan apapun selain beribadah kepada Allah, tidak peduli apapun yang terjadi. Namun, Delisa tidak diizinkan menyelesaikan shalatnya karena Tsunami itu datang dan menghanyutkannya sebelum ia sempat sujud.
"Delisa sedih karena kak Fatimah, kak Zahra, dan kak Aisyah, semuanya pergi ninggalin Delisa. Delisa takut sendirian..."
"Jangan takut, Sayang. Kamu akan memiliki jauh lebih banyak teman dibandingkan seluruh dunia dan isinya.."
Delisa selamat. Ia bertahan hidup, bahkan ketika ia terdampar sendirian, menunggu pertolongan. Delisa kehilangan segalanya. Kakak-kakaknya meninggal oleh bencana itu. Rumahnya hancur. Semua teman-teman dan gurunya meninggal. Ummi-nya pun tidak ditemukan. Dan Delisa kehilangan kaki kanannya. Namun semua itu membuatnya belajar. Ia belajar untuk menerima apa yang telah terjadi. Ia memutuskan untuk tidak menangisi semua kehilangannya terlalu lama. Gadis kecil itu menjadi dewasa dibanding anak-anak seusianya karena ia belajar ikhlas atas semua cobaan yang menimpanya.
"Delisa Cinta Abi karena Allah..."
Adegan ini juga sama berkesannya dengan yang pertama. Delisa mengatakan kalimat itu lagi untuk Abi-nya,"Delisa cinta Abi karena Allah..." dan kali ini tanpa mengharap hadiah apapun. Kalimat itu diucapkannya ketika ia melihat Ayahnya menangis setelah shalat Tahajud. Menangis karena merindukan isterinya dan ketiga putrinya yang meninggal. Menangis karena merasa begitu lemah. Kata-kata itu menyadarkan Abi Usman betapa ia harus bersyukur atas apapun yang telah terjadi. Bahwa cintanya kepada keluarganya semata-mata karena Allah, dan segalanya pasti kembali kepada Allah. Saat itu ia sadar bahwa ia dilindungi oleh keberadaan bungsunya yang tetap menunjukkan keceriaan di atas segala bencana itu.
Hafalan Shalat Delisa yang menghilang dari memori-nya...
Di bukunya, Delisa kehilangan semua memori tentang bacaan shalatnya setelah bencana Tsunami itu, begitupun memori tentang kalungnya. Ia ingat segala hal kecuali kalung dan hafalan shalatnya. Meski begitu, Delisa tetap menjalankan shalat, meski ia tak bisa mengingat sama sekali bacaan shalatnya, ia tetap ingin shalat. Delisa adalah anak yang cerdas, ia tahu ada yang salah. Kenapa ia tidak bisa mengingat bacaan shalatnya sama sekali?
Melalui sebuah mimpi yang begitu indah, mimpi dari Allah yang tidak akan pernah Delisa lupakan sepanjang hayatnya, Delisa dipertemukan dengan Ummi-nya. Mimpi itu mengingatkan Delisa, dulu ia belajar shalat untuk mendapat hadiah kalung, bukan untuk Allah. Dan begitu mengingat segalanya kembali, gadis kecil itu menangis. Ya, anak berumur 6 tahun itu menangis karena menyadari kesalahannya. Bahkan kita saja yang sudah dewasa ini masih suka merasa biasa saja kalau melewatkan shalat atau melakukan dosa lainnya, tetapi anak kecil berumur 6 tahun itu menangis karena ia pernah berniat shalat bukan karena Allah.
"Delisa tidak ingin kalung, Ummi. Delisa hanya ingin shalat dengan baik agar Delisa bisa mendoakan Ummi, mendoakan kak Fatimah, kak Aisyah, kak Zahra, Tiur, Ummi Tiur, kakak-kakaknya Umam, dan semua teman-teman di Lhok Nga yang sudah pergi... "
"Kalung itu akan tetap menjadi milikmu, Sayang."
Setelah mimpi itu, bacaan shalat itu seperti berbicara pada Delisa... Ia bisa mengingatnya kembali dan untuk pertama kalinya, Delisa bisa melakukan shalatnya yang sempurna untuk pertama kalinya.
***
Semoga bermanfaat. Very recommended 💗
2 komentar:
ud baca bukunya keren emang, jadi pengen nonton (masuk list daftar ah)
iyaa keduanya bagus banget lho hehe :)
Post a Comment